30.7.07

cerita tandak

kalau ada yang bilang bahwa ludruk akir-akir ini menurun karena kurang gregetnya seniman ludruk untuk mau menggeluti seni pertunjukan ini, rasanya anggapan itu salah besar.



sabtu malam saya ke Taman Remaja Surabaya (TRS), niatan mau melihat ludruk atau kethoprak atau apalah yg akan dipentaskan malam itu. suasana disana terlihat sepi. sangat sepi. padahal bebunyian musik dangdut dari panggung utama tak hentinya memanggil pengunjung hitech-mall untuk mau berkunjung ke belakang, dimana pertunjukan tradisional itu biasa digelar. di area panggung utama terdapat baliho besar dari triplek yang mengumumkan bahwa kesenian tradisional di gelar tiap minggu malam. ludruk, kethoprak, dan wayang wong secara bergantian di pentaskan tiap minggu malam-nya. dan minggu besok giliran ludruk.

minggu malam saya kembali ke TRS. beruntunglah saya karena pertunjukan belum dimulai. berarti masih ada kesempatan untuk menjenguk ke belakang layar. di ruang rias sudah ada sekitar 8 waria yg berdandan. gurat semangat nampak diwajah mereka. seolah berlomba mendapat predikat bintang di malam itu. bintang tandak. istilah tandak biasa untuk menyebut waria yang biasa bermain dalam ludruk dan mencuri perhatian untuk setiap adegan. ada yang berdandan untuk peran penari remo, penyanyi campursari atau sebagai tokoh dalam cerita.





perbincangan santai tercipta, sambil sesekali kamera merekam adegan yang ada. perbincangan khas dengan waria yg ceplas-ceplos dan terbuka. ramah dan spontan ketika petanyaan usil terlontar. mengasikkan juga mendengar kisah hidup mereka. pernah ketika semua sudah siap, pertunjukan tidak diteruskan hanya karena penonton yang terlalu sedikit. atau sekedar mengeluhkan perbedaan jaman sekarang dibanding tahun 70an, tahun-tahun awal mereka memulai menggeluti dunia pertunjukan ludruk. dulu dari menjadi tandak mereka bisa hidup cukup bahkan masih bisa sedikit menyisihkan sisa.

keinginan berhenti menjadi tandak kerap terbesit ketika sekarang tak jarang mereka hanya mendapat 5 ribu rupiah sekali tampil, saking sedikitnya penonton. menganggap sudah tidak ada lagi lahan yang bisa menghasilkan, semangat itu kembali menggebu. semangat mereka terlalu besar untuk bisa tampil bagus, menghibur, dan mengharap pertunjukan ini kembali menjadi primadona.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

nang darjo wingi yo onok ton, tapi aku ra nonton, anakku gak gelem jee hehehe..enak nontok beskop jare..

Boby Noviarto Pribadi mengatakan...

asyik jhe.... kayaknya ada foto2 andalan yang sengaja disimpan.... he...he... pernah ke ludruk wonokromo gak? asyik lho

Anonim mengatakan...

gue sampe skrg seneng nonton wayang wong, tp makin lama nonton wayang wong sambil prihatin, mesakke sing dadi pemain.

Sayang yaa... makin lama kesenian tradisional makin tergerus zaman.

tjahaju mengatakan...

aku trakir nton kesenian tradisional pas ada festival malang kembali kmaren.. pas ultah kota malang.. kangen juga nonton gituan, secara dulu aku suka nonton ketoprak di gedung cendrawasih deket rumah. tapi skg udah ga ada pagelarannya lagi...